Author: chisa hazuki
Chapter: 5/10?
Pairing: ReitaxRuki
Genre: ANGST, romance, slight fluff, slight humor.
Ratings: PG-15
Warnings: Character death, drugs, violence,
Disclaimer: Ugh! I just own myself and the story… sadly…T.T
Comments: FINALLY I UPDATED THIS FIC!!! Holy shit, it’s had been errr, 5 or 6 months since i posted the last chapter of this fic. How a very bad writer I am… T^T sorry, guys…. Hope you all still remember this fic. This chapter is dedicated to people who keep gives me supports. Thank you guys! <3333 bener2="bener2" coz="coz" deh....="deh...." dulu="dulu" endingnya="endingnya" ilang="ilang" jadi="jadi" judulnya="judulnya" ma="ma" muse="muse" ndak="ndak" rubah="rubah" saia="saia" t="t" udah="udah" yakin="yakin" yg="yg">3333>
Chapter 05
Reita terbangun pagi harinya oleh suara jam digitalnya yang sebelumnya disetel alarm. Ia menggerang dan menoleh ke arah meja kecil di samping tempat tidurnya. Jam 4 dini hari. Biasanya ia bangun di jam-jam seperti ini untuk bersiap-siap jogging. Tapi ia merasa kepalanya sangat pusing. Bahkan ia tidak ingat bagaimana ia bisa pulang. Ia hanya ingat pergi minum dengan Aoi dan Aoi memberinya dua gelas minuman lalu ia pingsan. Hanya itu.
Reita meraih jam itu dan mematikan alarmnya. Lalu meletakkannya kembali dan meneruskan untuk tidur. Baru sedetik ia memejamkan matanya, ia baru sadar ada seseorang tidur bersamanya. Seseorang itu memeluknya erat dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Dan ia juga merasa bahwa di bawah selimutnya ia sedang tidak terbalut sehelai pakaian pun. Begitu pula orang di sampingnya.
Kegelapan di sekitar kamar tidurnya membuat ia sulit untuk melihat siapa orang di sampingnya. Ia meraih tangannya ke arah lampu meja di samping ia meletakkan alarmnya tadi. Meski dengan cahaya yang kurang, namun samar-samar dia dapat melihat orang yang tidur dengannya. Rambut pirangnya menutupi sebagian mukanya. Reita mengamati orang itu lebih dekat lagi. Bekas-bekas ciuman terlihat jelas menghiasi kulit di sekitar leher dan dadanya yang diterangi oleh cahaya yang tidak banyak. Dan dia… seorang laki-laki.
“Ya Tuhan!” pekiknya kaget. Dengan spontan Reita menjauh sehingga membuat orang itu kehilangan ‘bantal tidur’nya. Reita semakin syok begitu melihat wajah orang yang tidur dengannya akhirnya terlihat jelas. Ia diam terpaku dan matanya membesar. Tidak percaya akan penglihatannya saat ini.
“Ya Tuhan… ” keluhnya. “Apa yang telah aku perbuat? Ini tidak mungkin…”
~`~`~
Ruki membuka matanya perlahan. Menemukan dirinya tertidur di sebuah kasur empuk yang asing baginya, ia mengingat-ingat kejadian semalam. Ia ingat semuanya. Ia ingat bagaimana ia bertemu Uruha, Aoi dan Reita di bar. Dan juga peristiwa antara dirinya dan Reita, di Apartemen milik Reita. Ia ingat. Semuanya.
Ruki tersenyum kecil mengingat kejadian semalam. Ia membalikkan badannya sedikit ke arah tempat Reita berbaring semalam. Namun ia tidak menemukan seseorang yang dimaksudnya itu. Seseorang yang ia cintai dan akhirnya ia ketahui juga mencintainya.
Ruki mengerutkan keningnya, bertanya-tanya dimana Reita berada. Apa ia meninggalkannya? Tidak mungkin, ini rumahnya, kalaupun ia pergi, pasti ia akan kembali. Tapi, kenapa ia tidak membangunkannya? Apa ia tertidur terlalu pulas sehingga Reita tidak punya hati untuk membangunkannya?
Pertanyaan Ruki akhirnya terjawab ketika bunyi pintu lemari es yang tertutup tertangkap oleh kupingnya. Ia tersenyum. Memeluk bantal di sampingnya dan menghirup bau khas milik Reita. Hingga akhirnya bangkit dan memasangkan kembali seluruh pakaiannya yang tergeletak di atas lantai kamar milik Reita.
Ruki melangkahkan kakinya menuju dapur yang sebelumnya telah ia ketahui letaknya saat ia ditolong oleh Reita dulu. Ia menemukan Reita duduk dengan kepala menunduk yang tersembunyi di balik kedua lengannya yang cukup kekar. Kedua sikunya berantuk dengan meja makan. Ia sepertinya tidak menyadari kedatangan Ruki.
Ruki mengambil tempat duduk disampingnya, “Rei…” sapanya lembut sambil menepuk pundaknya. Membuat Reita tersentak cukup hebat dan spontan menoleh ke arah Ruki.
Mukanya terlihat sangat kaget dan sangat ketakutan. Tiba-tiba ia memegang lengan Ruki dan menudukkan kepalanya dalam-dalam di depan Ruki. “Maaf, Ruki. Maafkan aku…” bisiknya.
“Eh…?” Ruki mengkerutkan keningnya. Untuk apa Reita meminta maaf padanya?
“Maafkan aku… aku tidak bermaksud untuk menyakitimu… kejadian semalam, maafkan aku… maafkan aku…” ucap Reita, masih menundukkan kepalanya.
“Eh…?” lagi, hanya respon itu yang mampu Ruki lakukan. Ia masih tidak mengerti apa maksud Reita minta maaf padanya.
Reita kembali berucap, “Kejadian semalam kau nggak ingat?” Reita mengangkat wajahnya dan menatap Ruki cemas. Ruki ingin mengangguk dan berkata ‘Aku ingat’ tapi kepalanya berkehendak lain. Ia menggeleng pelan.
“Syukurlah jika kau nggak ingat…” Reita menghela nafasnya. Ia mengalihkan pandangannya dari Ruki. Menggigit bibir bawahnya kemudian ia berkata lagi, “Lupakan, Ruki… aku nggak bermaksud… semalam.. semalam aku mabuk… aku… aku nggak…”
“Aku ngerti kok…” ucap Ruki akhirnya, membuat Reita menghentikan ucapannya dan mengalihkan pandangan kembali padanya. Ya, akhirnya Ruki mengerti apa maksud ucapan Reita barusan. Reita ingin ia melupakan kejadian semalam. Semalam Reita tidak bermaksud apa-apa pada dirinya. Hanya dorongan nafsu akibat minuman keras. Tidak ada maksud lain dari tindakan semalam. Tidak ada sama sekali. Dan yang lebih jelas lagi ia juga tahu bahwa Reita ternyata tidak mencintainya.
“Ruki… ka-kau…”
“Aku mau pulang Rei…” Ruki beranjak dari duduknya. Berjalan dengan cepat menuju pintu keluar apartemen Reita. Ia ingin cepat-cepat pergi dari hadapan Reita. Kenyataan bahwa sebenarnya Reita tidak mencintainya membuat hatinya merasa sakit sekali. Ia tidak peduli air matanya mulai berjatuhan.
Belum sempat ia memegang kenop pintu, seseorang menariknya dan memeluknya.
“Ruki, maafkan aku… aku nggak bermaksud…”
“Lepasin Rei…!“ Ruki mendorong tubuh Reita cukup kuat untuk membuat Reita jatuh. Ia benar-benar tidak ingin bertatap dengan Reita lagi semenjak perkataan Reita tadi yang jelas-jelas sudah menghancurkan hatinya. Ia keluar dari apartemen Reita dan berlari sekencang-kencangnya. Berharap agar Reita tidak mengejar. Ia mendengar Reita berteriak memanggil namanya. Namun ia tidak menggubris panggilan itu dan tetap berlari. Berlari jauh dari Reita. Berlari jauh dari seseorang yang dicintainya, yang ternyata tidak mencintainya.
----TBC----
*ngistirahatin utek dulu, ngerjain tugas lagi...*
...=w=...
No comments:
Post a Comment