Title: Akira
Chapters: (Oneshot)
Authors: CHISA
Fandom: J-Rock Visual Kei: the GazettE
Genre: AU, romance, fluff
Warnings: Yaoi, angst?
Rating: PG-13
Pairing: ReitaxRuki (AkiraxTakanori)
Summary:
Aku menyukai teman sekelasku. Dia adalah teman akrabku. Sangat akrab
sehingga membuatku jatuh cinta kepadanya. Sebentar lagi dia akan
berulang tahun. Dan aku memantapkan hatiku untuk mengutarakan perasaanku
padanya saat ulang tahunnya.
Disclaimer: I DON’T OWN THE GAZETTE. BUT I OWN THE STORYLINE. DO NOT STEAL OR I’LL BASH YOU.
Comments:
Penpik special buat ultahnya abang Reita bin Itong yang ke 31~~ Cepet
nikah sana maaaas~ ama Ruki tapinya~ huahahahahahaha~ XDDD
***」」」」」」」」 o(~∇~*o)(o*~∇~)o 」」」」」」」」***
Pelajaran
matematika bagi kebanyakan orang adalah pelajaran yang sangat
membosankan. Yah, tak terkecuali denganku sih. Pelajaran matematika
memang membosankan. Tapi tidak untuk saat ini. Saat ini, pelajaran
matematika sedang berlangsung di kelasku. Menit-menit awal saat
Yamada-sensei, guru matematikaku yang lumayan galak, menjelaskan tentang
trigonometri di depan kelas memang sangat membosankan. Beberapa kali
aku menguap, tanda kalau aku bosan. Tapi setelah 40 menit, aura
kebosanan itu menghilang. Digantikan dengan aura kekaguman akan
seseorang. Ya, kekaguman dengan seseorang yang kini menggantikan posisi
Yamada-sensei menulis di papan tulis.
Saat ini, salah
satu temanku tengah mengerjakan soal yang diberikan Yamada-sensei di
depan kelas. Aku berterima kasih kepada Yamada-sensei karena dia telah
memberikan pertanyaan yang cukup sulit untuk siswa itu. Karena dengan
begitu, aku bisa memandangi punggung temanku yang sangat menggoda itu
dengan sangat intens dalam waktu yang cukup lama. Aku tersenyum-senyum
sendiri sambil menggigit ujung pensilku. Punggung itu benar-benar
memikatku. Kalau bukan sedang ada pelajaran, mungkin sudah aku terjang
punggung itu dari belakang.
Suzuki Akira, nama siswa
tersebut. Seorang laki-laki, teman sekelasku, yang sudah merebut hatiku.
Perawakannya cukup tinggi. Badannya cukup atletis, karena dia termasuk
orang yang pintar dalam hal olahraga. Wajahnya tidak terlalu tampan,
tapi juga tidak bisa dikatakan jelek. Dia sangat manis kalau sedang
tersenyum. Apalagi tertawa sambil menunjukan rentetan giginya yang rata.
Sungguh manis. Sifatnya pun manis. Perhatian, mood maker, baik. Dua
tahun sekelas dengannya membuat kami akrab. Tak jarang kami makan siang
bersama, pulang bersama, ataupun pergi bersama.
Karena
keakraban kami itulah, dia memperlakukanku sedikit berbeda dengan teman
yang lainnya. Berpegangan tangan, membelai rambutnya, mencubit pipinya,
bahkan berpelukan sudah hal yang biasa kami lakukan. Pergi bersama
untuk sekedar nonton film pun sering kita lakukan, meski bersama dengan
teman-temannya. Mengobrol dengannya pun aku sangat nyambung. Dan juga
hobi kami sama, yaitu musik.
Sifatnya yang manis dan
sangat perhatian itulah yang membuatku jatuh hati padanya. Hampir dua
tahun aku memendam perasaan ini padanya. Sebentar lagi, dia akan
merayakan ulang tahunnya. Dan aku sudah memantapkan hati untuk
mengutarakan isi hatiku padanya tanggal 27 Mei nanti. Teman-temanku yang
lain pun sudah mendukungku. Sifatnya yang sangat manis terhadapku
semakin memantapkan hatiku untuk mengutarakan perasaanku padanya.
Sebenarnya, aku menanti dia yang mengutarakan perasaannya padaku. Tapi
aku tahu, dia adalah orang yang cukup pemalu. Karena aku tak mau
menunggu terlalu lama dan aku tak mau menyia-nyiakan masa sekolahku
tanpa kisah romansa, maka aku lah yang akan bergerak duluan untuk
mengutarakan isi hatiku padanya.
Tunggulah, Akira.
***」」」」」」」」 o(~∇~*o)(o*~∇~)o 」」」」」」」」***
Tanggal
27 Mei pun tiba. Dan saat ini aku sedang berada di dalam toilet.
Merapikan seragamku, rambutku, dan mempoles wajahku dengan sedikit make
up. Aku ingin membuat Akira terpesona akan penampilanku. Selesai
berdandan, aku tersenyum melihat diriku di cermin. Perfect.
Aku
melangkah keluar dari toilet dan berjalan kembali menuju tempatku dan
Akira tadi melakukan makan siang bersama. Sebetulnya sudah 10 menit
berlalu sejak aku meninggalkannya di atap sekolah. Tapi aku yakin Akira
masih tetap disana. Sudah menjadi kebiasaannya setelah makan siang dia
tinggal sendirian di atap sekolah sampai bel istirahat makan siang
selesai. Katanya sih, untuk beristirahat sejenak. Makanya aku selalu
tidak ingin menganggu saat istirahatnya di atap sekolah. Tapi kali ini
aku ingin memberikannya sebuah kejutan di hari ulang tahunnya.
Akhirnya
aku sampai di lantai paling atas. Berdiri di depan pintu yang digunakan
untuk akses keluar masuk ke atap sekolah. Jarang ada siswa yang
berkeliaran disini. Jadi, aku tak akan repot-repot waspada kalau ada
siswa yang mengintip atau menguping pembicaraan kami. Aku
tersenyum-senyum sendiri membayangkan sesuatu. Berarti kalau nanti
semisal Akira akan langsung menyerangku, pasti tidak akan ada yang
mengganggu. Ada untungnya juga, hahaha~
Yosh! Sekali lagi
aku memantapkan hatiku. Kuputar kenop pintu di depanku, namun pintu
tidak mau terbuka. Aku mengerutkan keningku. Aneh, pintu dalam keadaan
terkunci. Apa Akira sudah kembali ke kelas?
Dengan segera
aku mengeluarkan ponselku dan menghubungi temanku yang berada di kelas.
Mereka menjawab bahwa Akira belum kembali ke kelas. Aku bingung.
Kemanakah Akira? Apakah ke toilet?
Bisa jadi sih. Tapi
harusnya aku berpapasan dengannya di jalan. Aneh. Karena rasa
penasaranku semakin besar, akhirnya aku dekati kembali pintu akses ke
atap tersebut. Siapa tahu Akira masih berada di atap dan tidak sengaja
terkunci. Di pintu tersebut terdapat kaca untuk melihat ke luar. Karena
tubuhku pendek, aku sedikit berjinjit untuk melihat keluar melalu kaca
tersebut.
Sepi. Tidak ada tanda ada orang. Keningku pun semakin berkerut. Heran.
Sesaat
sebelum aku memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu, kupingku
menangkap sebuah suara. Kurang terlalu keras tapi aku yakin suara itu
berasal dari atap sekolah. Semakin penasarannya diriku, aku menempelkan
kupingku ke pintu. Berusaha untuk mendengarkan suara itu lagi.
“Hari
ini kau pulang jam berapa?” Ya, benar dugaanku. Masih ada orang di atap
sekolah. Dan suara barusan adalah suara milik Akira. Meski sayup-sayup,
tapi aku kenal betul dengan suara itu. Kalau Akira masih berada di atap
sekolah, kenapa pintunya terkunci? Dan dia sedang berbicara dengan
siapa? Aku semakin penasaran.
“..Ungh… Se-sekitar jam 5…
Ah…” Suara lain muncul. Bukan suara Akira. Tapi suaranya berat,
menunjukkan bahwa pemilik suara itu adalah seorang laki-laki.
Rasa-rasanya, aku pernah mendengarkan suara ini di suatu tempat. Tapi
aku lupa dimana dan siapa pemilik suara ini. Pemilik suara ini terdengar
seperti sedang menahan sesuatu. Menahan apakah?
“Nanti
malam… datanglah ke rumahku…. Ibuku… mengadakan pesta kecil-kecilan…
untuk merayakan ulang tahunku.” Suara Akira lagi. Tapi dia berbiacara
dengan potongan jeda yang cukup lama. Seperti mulutnya sedang sibuk
dengan sesuatu.
“Akh-akan kuusahakan..” Suara laki-laki
itu lagi, dan sedikit tercekat. Sedang apa mereka? Kenapa pintunya
terkunci? Apa mereka hanya berdua saja di atap? Mereka sedang tidak
melakukan hal yang… bukan-bukan kan? Mereka kan semua laki-laki, tidak
mungkin kan mereka sedang melakukan ‘itu’? Rentetan pertanyaan mulai
muncul di kepalaku. Membuatku semakin penasaran dan curiga, juga cemas.
Sangat cemas. Sampai-sampai aku tidak sadar bahwa aku sedang menggigit
bibir bawahku keras-keras.
“Akira… Dia pasti datang kan?
Tidak apa-apa kah kalau aku datang?” Akira? Kalau laki-laki ini
memanggil Akira dengan nama kecilnya, berarti dia akrab dengan Akira.
Tapi, siapa? Kenapa aku tak bisa mengenali suara siapa ini?
“Dia?”
“Orang
yang selalu berada di dekatmu.” Jantungku berdegup semakin kencang.
Mereka sedang membicarakan aku kan? Dengan hati-hati aku semakin
menempelkan kupingku ke pintu, sambil menelan ludah dan mempersiapkan
mental untuk menguping pembicaraan mereka lebih dalam.
“Oh… tentu saja, ibuku pasti mengundang dia. Dia kan anak teman ibuku. ”
“Tidak apa-apa kah? Aku tak mau menganggu hubungan kalian berdua.”
“Tenang,
Takanori. Bagiku dia hanya seorang adik. Tidak lebih. Hanya dirimu yang
aku sayangi. Bukan sebagai teman, kakak, ataupun adik. Tapi sebagai
kekasihku.” Deg. Bagai ditimpa batu yang sangat besar, mendadak tubuhku
menjadi kaku dan lemas. Pernyataan Akira barusan sungguh membuat hatiku
hancur berkeping-keping. Adik katanya. Adik. Tidak lebih. Hahaha, pantas
saja dia memberlakukanku berbeda dengan yang lain. Dan itu cuma
gara-gara ibuku berteman dengan ibunya. Pasti dia terpaksa berdekatan
denganku. Iya kan, Akira?
Tanpa sadar, bulir-bulir air
mataku pun jatuh. Kenyataan bahwa Akira hanya menganggapku seorang adik
sungguh membuat hatiku sakit. Ditambah, kenyataan bahwa ternyata dia
sudah mempunyai seorang kekasih semakin membuatku terpuruk. Dan
kekasihnya adalah seseorang yang tak mungkin bisa aku saingi. Matsumoto
Takanori. Siapa yang tak kenal dia di sekolah ini? Ketua Osis, murid
paling pintar, dan wajahnya tampan. Seseorang yang sempurna. Pantas saja
aku tak asing mendengar suaranya.
Dengan langkah gontai
aku bangkit dan pergi meninggalkan tempat itu. Air mataku pun terus
berjatuhan, menghapus make up yang tadi sudah kupoles dengan sempurna.
Aku sudah tak peduli lagi dengan penampilanku. Bahkan tatapan heran
orang-orang di sekelilingku pun tak aku acuhkan. Ketika sampai di kelas
pun aku tak mengacuhkan teman-temanku yang bertanya akan keadaanku. Aku
hanya ingin menangis sejadinya. Sejadinya sampai hatiku tidak terasa
sakit lagi. Sejadinya sampai aku bisa melupakan Akira. Melupakan Akira
untuk selamanya.
***」」」」」」」」 o(~∇~*o)(o*~∇~)o 」」」」」」」」***
Sementara
itu, di atap sekolah, tanpa menyadari kalau ada seseorang yang sedang
menguping pembicaraan mereka, Suzuki Akira tengah duduk dengan bersandar
di tembok dekat dengan pintu. Sementara Matsumoto Takanori, sedang
duduk di atas pangkuan Akira dengan kedua tangannya meligkari leher
Akira. Pipinya yang putih bersih sedang diusap oleh kedua telapak tangan
Akira dengan lembut.
“Tenang, Takanori. Bagiku dia hanya
seorang adik. Tidak lebih. Hanya dirimu yang aku sayangi. Bukan sebagai
teman, kakak, ataupun adik. Tapi sebagai kekasihku,” ucap Akira. Membuat
Takanori mengembangkan senyum manisnya. Akira serius menyayanginya. Dan
itu membuatnya bahagia. Sangat bahagia.
“Ulang tahun kali
ini kau mau hadiah apa?” tanya Takanori, mengubah topik kembali ke
ulang tahun kekasihnya. Ia tidak mungkin tidak memberikan hadiah untuk
kekasih tercintanya di hari spesialnya kan?
Sambil menyeringai nakal Akira berkata, “Satu paket Matsumoto Takanori berpita, tanpa baju dan siap untuk disantap~”
“Mesum!”
Spontan, Takanori memukul kepala Akira. Tidak terlalu keras. Ia tidak
mau gara-gara pukulannya kekasihnya itu menjadi semakin bodoh. Akira
hanya tertawa.
“Hahaha~ “ Ketika tawa Akira terhenti,
Takanori yakin semburat merah terlihat jelas di kedua pipinya. Saat ini,
Akira tengah memperhatikannya dengan seksama. Sambil tersenyum mesra
dan membelai wajah Takanori dengan penuh kasih sayang. “Bersama denganmu
sudah cukup bagiku, Takanori. Aku sangat menyayangimu… sangat.”
Wajah
Takanori semakin memerah. “A-aku juga, bodoh,” balas Takanori, sambil
memukul pelan dada Akira. Tanda kalau dia sedang malu.
Akira
menyeringai nakal lagi. Ia memajukan kepalanya dan menciumi leher putih
milik Takanori dengan lembut. “Karena waktu istirahat masih lama, mari
lanjutkan permainan kita tadi, hmm?”
Wajah Takanori
semakin memerah. Sensasi geli di lehernya membuatnya kehilangan
kata-kata. Dengan usaha keras, dia membalas perkataan Akira. “Ka-kau
benar-benar mes-- aaahn..Akira~” Dan ketika sebuah tangan membelai
kemaluannya, kata-katanya pun kembali terlupakan. Hanya suara desahan
akan kenikmatan yang keluar dari bibir Takanori. Tetapi ada satu kata
yang Takanori selalu ingat dan tidak akan pernah terlupakan.
Akira.
***」」」」」」」」 THE END 」」」」」」」」***
A/N:
Keinget penpiknya Nyo yg Point of View-nya misterius~ jadi pengen bikin
juga dan taraaaaaaaa~ penpik ini lah hasilnya~~~ XDDDD
No comments:
Post a Comment