Saturday, May 26, 2012

[Fanfic] Akira. Reita/Ruki. PG-13. Oneshot

Title: Akira
Chapters: (Oneshot)
Authors: CHISA
Fandom: J-Rock Visual Kei: the GazettE
Genre: AU, romance, fluff
Warnings: Yaoi, angst?
Rating: PG-13
Pairing: ReitaxRuki (AkiraxTakanori)
Summary: Aku menyukai teman sekelasku. Dia adalah teman akrabku. Sangat akrab sehingga membuatku jatuh cinta kepadanya. Sebentar lagi dia akan berulang tahun. Dan aku memantapkan hatiku untuk mengutarakan perasaanku padanya saat ulang tahunnya.
Disclaimer: I DON’T OWN THE GAZETTE. BUT I OWN THE STORYLINE. DO NOT STEAL OR I’LL BASH YOU.
Comments: Penpik special buat ultahnya abang Reita bin Itong yang ke 31~~ Cepet nikah sana maaaas~ ama Ruki tapinya~ huahahahahahaha~ XDDD



***」」」」」」」」 o(~∇~*o)(o*~∇~)o 」」」」」」」」***

Pelajaran matematika bagi kebanyakan orang adalah pelajaran yang sangat membosankan. Yah, tak terkecuali denganku sih. Pelajaran matematika memang membosankan. Tapi tidak untuk saat ini. Saat ini, pelajaran matematika sedang berlangsung di kelasku. Menit-menit awal saat Yamada-sensei, guru matematikaku yang lumayan galak, menjelaskan tentang trigonometri di depan kelas memang sangat membosankan. Beberapa kali aku menguap, tanda kalau aku bosan. Tapi setelah 40 menit, aura kebosanan itu menghilang. Digantikan dengan aura kekaguman akan seseorang. Ya, kekaguman dengan seseorang yang kini menggantikan posisi Yamada-sensei menulis di papan tulis.

    Saat ini, salah satu temanku tengah mengerjakan soal yang diberikan Yamada-sensei di depan kelas. Aku berterima kasih kepada Yamada-sensei karena dia telah memberikan pertanyaan yang cukup sulit untuk siswa itu. Karena dengan begitu, aku bisa memandangi punggung temanku yang sangat menggoda itu dengan sangat intens dalam waktu yang cukup lama. Aku tersenyum-senyum sendiri sambil menggigit ujung pensilku. Punggung itu benar-benar memikatku. Kalau bukan sedang ada pelajaran, mungkin sudah aku terjang punggung itu dari belakang.

    Suzuki Akira, nama siswa tersebut. Seorang laki-laki, teman sekelasku, yang sudah merebut hatiku. Perawakannya cukup tinggi. Badannya cukup atletis, karena dia termasuk orang yang pintar dalam hal olahraga. Wajahnya tidak terlalu tampan, tapi juga tidak bisa dikatakan jelek. Dia sangat manis kalau sedang tersenyum. Apalagi tertawa sambil menunjukan rentetan giginya yang rata. Sungguh manis. Sifatnya pun manis. Perhatian, mood maker, baik. Dua tahun sekelas dengannya membuat kami akrab. Tak jarang kami makan siang bersama, pulang bersama, ataupun pergi bersama.

    Karena keakraban kami itulah, dia memperlakukanku sedikit berbeda dengan teman yang lainnya. Berpegangan tangan, membelai rambutnya, mencubit pipinya, bahkan berpelukan sudah hal yang biasa kami lakukan. Pergi bersama untuk sekedar nonton film pun sering kita lakukan, meski bersama dengan teman-temannya. Mengobrol dengannya pun aku sangat nyambung. Dan juga hobi kami sama, yaitu musik.

Sifatnya yang manis dan sangat perhatian itulah yang membuatku jatuh hati padanya. Hampir dua tahun aku memendam perasaan ini padanya. Sebentar lagi, dia akan merayakan ulang tahunnya. Dan aku sudah memantapkan hati untuk mengutarakan isi hatiku padanya tanggal 27 Mei nanti. Teman-temanku yang lain pun sudah mendukungku. Sifatnya yang sangat manis terhadapku semakin memantapkan hatiku untuk mengutarakan perasaanku padanya. Sebenarnya, aku menanti dia yang mengutarakan perasaannya padaku. Tapi aku tahu, dia adalah orang yang cukup pemalu. Karena aku tak mau menunggu terlalu lama dan aku tak mau menyia-nyiakan masa sekolahku tanpa kisah romansa, maka aku lah yang akan bergerak duluan untuk mengutarakan isi hatiku padanya.

Tunggulah, Akira.

***」」」」」」」」 o(~∇~*o)(o*~∇~)o 」」」」」」」」***

Tanggal 27 Mei pun tiba. Dan saat ini aku sedang berada di dalam toilet. Merapikan seragamku, rambutku, dan mempoles wajahku dengan sedikit make up. Aku ingin membuat Akira terpesona akan penampilanku. Selesai berdandan, aku tersenyum melihat diriku di cermin. Perfect.

Aku melangkah keluar dari toilet dan berjalan kembali menuju tempatku dan Akira tadi melakukan makan siang bersama. Sebetulnya sudah 10 menit berlalu sejak aku meninggalkannya di atap sekolah. Tapi aku yakin Akira masih tetap disana. Sudah menjadi kebiasaannya setelah makan siang dia tinggal sendirian di atap sekolah sampai bel istirahat makan siang selesai. Katanya sih, untuk beristirahat sejenak. Makanya aku selalu tidak ingin menganggu saat istirahatnya di atap sekolah. Tapi kali ini aku ingin memberikannya sebuah kejutan di hari ulang tahunnya.

Akhirnya aku sampai di lantai paling atas. Berdiri di depan pintu yang digunakan untuk akses keluar masuk ke atap sekolah. Jarang ada siswa yang berkeliaran disini. Jadi, aku tak akan repot-repot waspada kalau ada siswa yang mengintip atau menguping pembicaraan kami. Aku tersenyum-senyum sendiri membayangkan sesuatu. Berarti kalau nanti semisal Akira akan langsung menyerangku, pasti tidak akan ada yang mengganggu. Ada untungnya juga, hahaha~

Yosh! Sekali lagi aku memantapkan hatiku. Kuputar kenop pintu di depanku, namun pintu tidak mau terbuka. Aku mengerutkan keningku. Aneh, pintu dalam keadaan terkunci. Apa Akira sudah kembali ke kelas?

Dengan segera aku mengeluarkan ponselku dan menghubungi temanku yang berada di kelas. Mereka menjawab bahwa Akira belum kembali ke kelas. Aku bingung. Kemanakah Akira? Apakah ke toilet?

Bisa jadi sih. Tapi harusnya aku berpapasan dengannya di jalan. Aneh. Karena rasa penasaranku semakin besar, akhirnya aku dekati kembali pintu akses ke atap tersebut. Siapa tahu Akira masih berada di atap dan tidak sengaja terkunci. Di pintu tersebut terdapat kaca untuk melihat ke luar. Karena tubuhku pendek, aku sedikit berjinjit untuk melihat keluar melalu kaca tersebut.

Sepi. Tidak ada tanda ada orang. Keningku pun semakin berkerut. Heran.

Sesaat sebelum aku memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu, kupingku menangkap sebuah suara. Kurang terlalu keras tapi aku yakin suara itu berasal dari atap sekolah. Semakin penasarannya diriku, aku menempelkan kupingku ke pintu. Berusaha untuk mendengarkan suara itu lagi.

“Hari ini kau pulang jam berapa?” Ya, benar dugaanku. Masih ada orang di atap sekolah. Dan suara barusan adalah suara milik Akira. Meski sayup-sayup, tapi aku kenal betul dengan suara itu. Kalau Akira masih berada di atap sekolah, kenapa pintunya terkunci? Dan dia sedang berbicara dengan siapa? Aku semakin penasaran.

“..Ungh… Se-sekitar jam 5… Ah…” Suara lain muncul. Bukan suara Akira. Tapi suaranya berat, menunjukkan bahwa pemilik suara itu adalah seorang laki-laki. Rasa-rasanya, aku pernah mendengarkan suara ini di suatu tempat. Tapi aku lupa dimana dan siapa pemilik suara ini. Pemilik suara ini terdengar seperti sedang menahan sesuatu. Menahan apakah?

“Nanti malam… datanglah ke rumahku…. Ibuku… mengadakan pesta kecil-kecilan… untuk merayakan ulang tahunku.” Suara Akira lagi. Tapi dia berbiacara dengan potongan jeda yang cukup lama. Seperti mulutnya sedang sibuk dengan sesuatu.

“Akh-akan kuusahakan..” Suara laki-laki itu lagi, dan sedikit tercekat. Sedang apa mereka? Kenapa pintunya terkunci? Apa mereka hanya berdua saja di atap? Mereka sedang tidak melakukan hal yang… bukan-bukan kan? Mereka kan semua laki-laki, tidak mungkin kan mereka sedang melakukan ‘itu’? Rentetan pertanyaan mulai muncul di kepalaku. Membuatku semakin penasaran dan curiga, juga cemas. Sangat cemas. Sampai-sampai aku tidak sadar bahwa aku sedang menggigit bibir bawahku keras-keras.

“Akira… Dia pasti datang kan? Tidak apa-apa kah kalau aku datang?” Akira? Kalau laki-laki ini memanggil Akira dengan nama kecilnya, berarti dia akrab dengan Akira. Tapi, siapa? Kenapa aku tak bisa mengenali suara siapa ini?

“Dia?”

“Orang yang selalu berada di dekatmu.” Jantungku berdegup semakin kencang. Mereka sedang membicarakan aku kan? Dengan hati-hati aku semakin menempelkan kupingku ke pintu, sambil menelan ludah dan mempersiapkan mental untuk menguping pembicaraan mereka lebih dalam.

“Oh… tentu saja, ibuku pasti mengundang dia. Dia kan anak teman ibuku. ”

“Tidak apa-apa kah? Aku tak mau menganggu hubungan kalian berdua.”

“Tenang, Takanori. Bagiku dia hanya seorang adik. Tidak lebih. Hanya dirimu yang aku sayangi. Bukan sebagai teman, kakak, ataupun adik. Tapi sebagai kekasihku.” Deg. Bagai ditimpa batu yang sangat besar, mendadak tubuhku menjadi kaku dan lemas. Pernyataan Akira barusan sungguh membuat hatiku hancur berkeping-keping. Adik katanya. Adik. Tidak lebih. Hahaha, pantas saja dia memberlakukanku berbeda dengan yang lain. Dan itu cuma gara-gara ibuku berteman dengan ibunya. Pasti dia terpaksa berdekatan denganku.  Iya kan, Akira?

Tanpa sadar, bulir-bulir air mataku pun jatuh. Kenyataan bahwa Akira hanya menganggapku seorang adik sungguh membuat hatiku sakit. Ditambah, kenyataan bahwa ternyata dia sudah mempunyai seorang kekasih semakin membuatku terpuruk. Dan kekasihnya adalah seseorang yang tak mungkin bisa aku saingi. Matsumoto Takanori. Siapa yang tak kenal dia di sekolah ini? Ketua Osis, murid paling pintar, dan wajahnya tampan. Seseorang yang sempurna. Pantas saja aku tak asing mendengar suaranya.

Dengan langkah gontai aku bangkit dan pergi meninggalkan tempat itu. Air mataku pun terus berjatuhan, menghapus make up yang tadi sudah kupoles dengan sempurna. Aku sudah tak peduli lagi dengan penampilanku. Bahkan tatapan heran orang-orang di sekelilingku pun tak aku acuhkan. Ketika sampai di kelas pun aku tak mengacuhkan teman-temanku yang bertanya akan keadaanku. Aku hanya ingin menangis sejadinya. Sejadinya sampai hatiku tidak terasa sakit lagi. Sejadinya sampai aku bisa melupakan Akira. Melupakan Akira untuk selamanya.

***」」」」」」」」 o(~∇~*o)(o*~∇~)o 」」」」」」」」***

Sementara itu, di atap sekolah, tanpa menyadari kalau ada seseorang yang sedang menguping pembicaraan mereka, Suzuki Akira tengah duduk dengan bersandar di tembok dekat dengan pintu. Sementara Matsumoto Takanori, sedang duduk di atas pangkuan Akira dengan kedua tangannya meligkari leher Akira. Pipinya yang putih bersih sedang diusap oleh kedua telapak tangan Akira dengan lembut.

“Tenang, Takanori. Bagiku dia hanya seorang adik. Tidak lebih. Hanya dirimu yang aku sayangi. Bukan sebagai teman, kakak, ataupun adik. Tapi sebagai kekasihku,” ucap Akira. Membuat Takanori mengembangkan senyum manisnya. Akira serius menyayanginya. Dan itu membuatnya bahagia. Sangat bahagia.

“Ulang tahun kali ini kau mau hadiah apa?” tanya Takanori, mengubah topik kembali ke ulang tahun kekasihnya. Ia tidak mungkin tidak memberikan hadiah untuk kekasih tercintanya di hari spesialnya kan?

Sambil menyeringai nakal Akira berkata, “Satu paket Matsumoto Takanori berpita, tanpa baju dan siap untuk disantap~”

“Mesum!” Spontan, Takanori memukul kepala Akira. Tidak terlalu keras. Ia tidak mau gara-gara pukulannya kekasihnya itu menjadi semakin bodoh. Akira hanya tertawa.

“Hahaha~ “ Ketika tawa Akira terhenti, Takanori yakin semburat merah terlihat jelas di kedua pipinya. Saat ini, Akira tengah memperhatikannya dengan seksama. Sambil tersenyum mesra dan membelai wajah Takanori dengan penuh kasih sayang. “Bersama denganmu sudah cukup bagiku, Takanori. Aku sangat menyayangimu… sangat.”

Wajah Takanori semakin memerah. “A-aku juga, bodoh,” balas Takanori, sambil memukul pelan dada Akira. Tanda kalau dia sedang malu.

Akira menyeringai nakal lagi. Ia memajukan kepalanya dan menciumi leher putih milik Takanori dengan lembut. “Karena waktu istirahat masih lama, mari lanjutkan permainan kita tadi, hmm?”

Wajah Takanori semakin memerah. Sensasi geli di lehernya membuatnya kehilangan kata-kata. Dengan usaha keras, dia membalas perkataan Akira. “Ka-kau benar-benar mes-- aaahn..Akira~” Dan ketika sebuah tangan membelai kemaluannya, kata-katanya pun kembali terlupakan. Hanya suara desahan akan kenikmatan yang keluar dari bibir Takanori. Tetapi ada satu kata yang Takanori selalu ingat dan tidak akan pernah terlupakan.

Akira.

***」」」」」」」」 THE END 」」」」」」」」***

A/N: Keinget penpiknya Nyo yg Point of View-nya misterius~ jadi pengen bikin juga dan taraaaaaaaa~ penpik ini lah hasilnya~~~ XDDDD

No comments: