Author: chisa hazuki
Chapter: Drabble
Word count: 587
Pairing: AoixRuki
Genre: Fluff with slight angst?
Rating: PG
Warnings: None, written in Indonesian *males nransletnya*
Disclaimer: I own Ruki as my husband. No, I’m lying. TwT
Notes:
~Ruki’s POV~
“Hari ini cerah ya? Langitnya biru…”
Aku menatapmu jengkel. Lagi-lagi kata-kata itu yang keluar dari mulutmu setiap kali kau memandangi langit. Kau mengatakannya sambil tersenyum lebar dan menatap ke atas.
Biru?
Apa itu biru?
Kau tahu sendiri kan kalau aku ini penderita buta warna.
Ketika aku mananyakannya, kau menjawab, “Biru itu aku.” Masih dengan memperlihatkan senyum tololmu itu. Aku hanya menaikkan sebelah alisku. Heran dengan jawaban darimu.
“Biru itu, menurutku warna yang paling indah. Menenangkan hati. Membuat orang bahagia. Makanya aku lebih suka dipanggil Aoi daripada Yuu.”
“Menenangkan hati? Itu nggak cocok untukmu.” Aku mencibirmu. Tapi kau tak perduli dan bahkan tetap tersenyum. Senyum bodoh yang selalu menghiasi paras tampanmu. Senyum bodoh yang terlihat begitu berwarna di mataku.
“Tapi aku membuatmu bahagia kan?” Aku merasa pipiku langsung memanas. Aku membuang tatapanku padamu. Kau selalu saja bisa membuatku tersipu malu.
“Ruki?”
“Ya?”
“Warna biru, bagimu terlihat seperti apa?”
Aku mengadahkan kepalaku ke atas. Memandangi langit. “Bagiku? Bagiku terlihat sama saja.”
“He?”
Ya, bagiku terlihat sama saja. Tidak hanya langit, tapi semuanya. Semuanya sama. Monokrom. Aku tak kenal dengan warna. Aku tak bisa merasakan keindahan warna. Orang bilang warna pelangi itu indah. Indah? Seperti apa? Aku tak bisa merasakannya. Warna yang ku tahu hanya ada dua, hitam dan putih. Atau campuran dari keduanya.
“Mau langitnya cerah atau mendung, bagiku warnanya terlihat sama saja. Yang berbeda mungkin hanya gradasinya. Mendung terlihat lebih gelap dari cerah.” Ucapku. Kau mengangguk-angguk tampak mengerti apa yang aku maksudkan.
“Dan mana yang kau suka, mendung atau cerah?”
“Ha? Apa kau mau mewawancaraiku?”
“Tidak, aku hanya ingin menanyaimu saja.”
“Itu sama saja bodoh. Hmm, mungkin aku suka cerah.”
“Cerah ya? Berarti kau suka biru kan?”
“Ih, jangan ge-er ya!” Aku memukul lenganmu pelan. Kau hanya tertawa. Ya, aku suka cerah, suka sekali. Itu selalu mengingatkanku pada dirimu. Dirimu yang selalu tersenyum bodoh. Dirimu yang selalu bertingkah aneh dan tolol. Dirimu yang selalu membuatku tertawa bahagia. Dirimu yang telah membuat hidupku lebih… berwarna.
“Aoi, aku ngantuk…,” Aku menguap kecil. Angin yang sepoi membuatku merasa ngantuk. Kau tersenyum lembut, meraih kepalaku dan meletakkannya di pangkuanmu.
“Tidurlah, kita bolos pelajaran berikutnya saja.” Kau membelai rambutku pelan. Aku tersenyum dan mengangguk. Kemudian melingkarkan kedua tanganku di pinggang kecilmu. Mendekapmu erat. Seolah-olah tak mau melepaskan dirimu.
Aku suka sekali saat-saat seperti ini. Tidur di pangkuanmu, belaian lembutmu, nyaman sekali. Ditambah, seperti yang kau katakan tadi, hari yang cerah. Juga angin yang sejuk. Membuatku semakin terbuai di pangkuanmu.
“Ruki, bagaimana kalau warna biru itu menghilang?” ujarmu sangat pelan, hampir berbisik. Tapi aku dapat mendengarnya jelas sekali.
Aku mengadah ke atas, menatapmu. Kau juga sedang mengadah ke atas. Memandangi langit dengan mata tertutup.
“Ha?” Hanya kata itu yang terucap dari mulutku. Kau membuka matamu, menunduk dan menatapku. Membelai rambutku lagi.
“Lupakan. Tidurlah lagi.”
Aku mengangguk menuruti kata-katamu. Aku kembali mendekapmu erat. Jika warna biru menghilang, mungkin bagiku tak masalah. Tak akan ada perbedaan dalam pandanganku. Tak hanya warna biru, jika warna yang lain ikut menghilang pun tak akan ada pengaruhnya bagi diriku. Tapi jika kau menghilang, aku tak mau itu terjadi. Kau sangat berpengaruh bagiku. Kau sangat berarti untukku. Kau… sumber warnaku.
“Aoi?” gumamku pelan.
“Hmm?”
“I don’t like blue…”
“Eh?”
“But I love it… so much.” Aku tahu, saat kata-kata itu terucap dari mulutku, pipiku terasa terbakar. Aku juga tahu, kalau saat ini di wajahmu pasti terpasang senyum bodoh itu. Aku mendekapmu semakin erat, berusaha untuk menyembunyikan raut malu mukaku. Aku bisa merasakan kau menundukkan badanmu. Lalu mengecup lembut keningku.
“Love you too, Ruki…”
Aku merasa pipiku semakin panas, dibawah birunya langit.
===END===
“Hari ini cerah ya? Langitnya biru…”
Aku menatapmu jengkel. Lagi-lagi kata-kata itu yang keluar dari mulutmu setiap kali kau memandangi langit. Kau mengatakannya sambil tersenyum lebar dan menatap ke atas.
Biru?
Apa itu biru?
Kau tahu sendiri kan kalau aku ini penderita buta warna.
Ketika aku mananyakannya, kau menjawab, “Biru itu aku.” Masih dengan memperlihatkan senyum tololmu itu. Aku hanya menaikkan sebelah alisku. Heran dengan jawaban darimu.
“Biru itu, menurutku warna yang paling indah. Menenangkan hati. Membuat orang bahagia. Makanya aku lebih suka dipanggil Aoi daripada Yuu.”
“Menenangkan hati? Itu nggak cocok untukmu.” Aku mencibirmu. Tapi kau tak perduli dan bahkan tetap tersenyum. Senyum bodoh yang selalu menghiasi paras tampanmu. Senyum bodoh yang terlihat begitu berwarna di mataku.
“Tapi aku membuatmu bahagia kan?” Aku merasa pipiku langsung memanas. Aku membuang tatapanku padamu. Kau selalu saja bisa membuatku tersipu malu.
“Ruki?”
“Ya?”
“Warna biru, bagimu terlihat seperti apa?”
Aku mengadahkan kepalaku ke atas. Memandangi langit. “Bagiku? Bagiku terlihat sama saja.”
“He?”
Ya, bagiku terlihat sama saja. Tidak hanya langit, tapi semuanya. Semuanya sama. Monokrom. Aku tak kenal dengan warna. Aku tak bisa merasakan keindahan warna. Orang bilang warna pelangi itu indah. Indah? Seperti apa? Aku tak bisa merasakannya. Warna yang ku tahu hanya ada dua, hitam dan putih. Atau campuran dari keduanya.
“Mau langitnya cerah atau mendung, bagiku warnanya terlihat sama saja. Yang berbeda mungkin hanya gradasinya. Mendung terlihat lebih gelap dari cerah.” Ucapku. Kau mengangguk-angguk tampak mengerti apa yang aku maksudkan.
“Dan mana yang kau suka, mendung atau cerah?”
“Ha? Apa kau mau mewawancaraiku?”
“Tidak, aku hanya ingin menanyaimu saja.”
“Itu sama saja bodoh. Hmm, mungkin aku suka cerah.”
“Cerah ya? Berarti kau suka biru kan?”
“Ih, jangan ge-er ya!” Aku memukul lenganmu pelan. Kau hanya tertawa. Ya, aku suka cerah, suka sekali. Itu selalu mengingatkanku pada dirimu. Dirimu yang selalu tersenyum bodoh. Dirimu yang selalu bertingkah aneh dan tolol. Dirimu yang selalu membuatku tertawa bahagia. Dirimu yang telah membuat hidupku lebih… berwarna.
“Aoi, aku ngantuk…,” Aku menguap kecil. Angin yang sepoi membuatku merasa ngantuk. Kau tersenyum lembut, meraih kepalaku dan meletakkannya di pangkuanmu.
“Tidurlah, kita bolos pelajaran berikutnya saja.” Kau membelai rambutku pelan. Aku tersenyum dan mengangguk. Kemudian melingkarkan kedua tanganku di pinggang kecilmu. Mendekapmu erat. Seolah-olah tak mau melepaskan dirimu.
Aku suka sekali saat-saat seperti ini. Tidur di pangkuanmu, belaian lembutmu, nyaman sekali. Ditambah, seperti yang kau katakan tadi, hari yang cerah. Juga angin yang sejuk. Membuatku semakin terbuai di pangkuanmu.
“Ruki, bagaimana kalau warna biru itu menghilang?” ujarmu sangat pelan, hampir berbisik. Tapi aku dapat mendengarnya jelas sekali.
Aku mengadah ke atas, menatapmu. Kau juga sedang mengadah ke atas. Memandangi langit dengan mata tertutup.
“Ha?” Hanya kata itu yang terucap dari mulutku. Kau membuka matamu, menunduk dan menatapku. Membelai rambutku lagi.
“Lupakan. Tidurlah lagi.”
Aku mengangguk menuruti kata-katamu. Aku kembali mendekapmu erat. Jika warna biru menghilang, mungkin bagiku tak masalah. Tak akan ada perbedaan dalam pandanganku. Tak hanya warna biru, jika warna yang lain ikut menghilang pun tak akan ada pengaruhnya bagi diriku. Tapi jika kau menghilang, aku tak mau itu terjadi. Kau sangat berpengaruh bagiku. Kau sangat berarti untukku. Kau… sumber warnaku.
“Aoi?” gumamku pelan.
“Hmm?”
“I don’t like blue…”
“Eh?”
“But I love it… so much.” Aku tahu, saat kata-kata itu terucap dari mulutku, pipiku terasa terbakar. Aku juga tahu, kalau saat ini di wajahmu pasti terpasang senyum bodoh itu. Aku mendekapmu semakin erat, berusaha untuk menyembunyikan raut malu mukaku. Aku bisa merasakan kau menundukkan badanmu. Lalu mengecup lembut keningku.
“Love you too, Ruki…”
Aku merasa pipiku semakin panas, dibawah birunya langit.
===END===
CnC are love....^w^
No comments:
Post a Comment