Author: chisa hazuki
Chapter: 4/??
Pairing: ReitaxRuki
Genre: ANGST!!
Ratings: PG-15 *maybe?*
Warnings: Character death, drugs, violence, rape
Disclaimer: Ugh! I just own myself and the story… sadly…T.T
Notes: Ni fic terinspirasi pas denger lagunya gazette yang Without a Trace, nancep dalem banget di ati, bikin nangis T^T. Trus inspirasi laen dateng dr Vidklip Saosin yg Voices + fic punyanya Nyo ma Sasa Hime ma Chio juga. And I recommend you to listen to The GazettE – Without a Trace during read this fiction…
==Chapter 4==
“Re-i…ta?”
Reita menoleh karena merasa terpanggil. Ia menggosok-gosok kedua matanya, tidak percaya apa yang diliatnya. Ia mengamati Ruki. Masih tidak percaya, ia gosok lagi matanya.
“Ruki?” Kali ini ia mengalihkan pandangannya dari Ruki dan menatap Aoi. “Hey, kau beri aku berapa gelas sampai aku berhalusinasi seperti ini hah?” ucapnya marah pada Aoi. Membuat Aoi mengernyitkan dahinya.
“Halusinasi?” tanya Aoi.
“Ya, bodoh! Aku pusing. Aku mau tidur lagi.” Reita kembali ke posisinya semula.
Aoi mengguncang-guncang tubuh Reita. Berharap agar ia tidak tidur lagi. “Apa maksudmu, hey? Kau sudah kenal dengan Ruki?” tanya Aoi.
“Dia seseorang yang kumaksud tadi, bodoh! Gara-gara kau mengajakku minum, aku sampai berhalusinasi dia ada di depanku,” ujar Reita, menegakkan kepalanya dan menunjuk ke arah Ruki.
Ruki masih duduk di sana. Menyeringai kecil pada Reita. Uruha masih sibuk membersihkan mukanya dengan ujung jaket Ruki. Reita mengeryitkan dahinya, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia kembali menggosok matanya dan bergumam, “Kenapa halusinasiku kelihatan seperti nyata dan tidak hilang-hilang sih.”
Aoi memukul kepala Reita pelan. “Kau tidak berhalusinasi bodoh!”
“Hah? Berarti hanya mimpi. Aku mau tidur aja lagi.”
Aoi memukul kepala Reita lagi lebih keras. Membuat sang pemilik kepala mengaduh. “Sakit kan? Dia nyata bodoh! Kau nggak mimpi,”
“Jadi…” Reita menunjuk lagi jari telunjuknya pada Ruki “Dia…”
“Hai, Rei…” Ruki tersenyum, melambaikan tangannya pelan pada Reita. Mulut Reita menganga. Ia terpaku menatap Ruki asli di depannya.
“Kau udah kenal dia, Ru?” tanya Uruha setelah selesai mengelap muka dan memastikannya bersih. Ruki mengangguk.
“He? Sejak kapan?”
“Hmm, belom ada seminggu sih, tepatnya aku lupa,” jawabnya mengingat-ingat.
“Oh, kalo nggak salah tadi Rei juga bilang kau orang yang dimaksudnya tadi,” Aoi ikut berbicara, menghiraukan Reita yang masih terpaku menatap Ruki di sampingnya. “Jadi… Uru, sini bentar, pinjam kupingmu.”
Aoi menarik Uruha bersembunyi di bawah meja. Ruki memandang aneh pada dua temannya itu. Keduanya berbisik merencanakan sesuatu.
Setelah terdengar suara terkekeh, Uruha menegakkan kembali badannya. Disusul kemudian oleh Aoi. Keduanya memasang seringai bodoh pada Ruki.
“Apa yang kalian rencanakan bodoh?” tanya Ruki, melihat keanehan di kedua wajah temannya.
“Ehehe… Oh, Aoi hunny~, I wanna dance with new style of dance. Doggy style! I wanna try it~!” ucap Uruha pada Aoi. Dengan suara yang membuat Ruki sedikit bergidik ngeri.
“Oh, sound interesting hunny~! Let’s go over there!” Aoi ikut bersuara seperti Uruha. Membuat Ruki semakin merinding.
“I’m sick of you guys,” ucap Ruki sambil menggeleng pelan dan meminum kembali birnya. “Kalian ingin membiarkan aku berdua dengan Reita, kan? Pergilah kalau kalian pengen pergi,”
“Ehehehe,” Aoi dan Uruha memperlebar seringai bodohnya.
“Aww, Rukiku udah gede. Nggak akan aku rebut kok. Be a good boy, okay?” ucap Uruha sambil membelai kepala Ruki. Dia dan Aoi melangkahkan kakinya meninggalkan Ruki.
“Have a nice night, Ruki~.” Ucap Aoi, melambaikan tangannya ada Ruki. Dia terkekeh bersama Uruha. Meninggalkan Ruki berdua dengan Reita yang masih diam terpaku.
Ruki menoleh ke arah Uruha dan Aoi pergi. “Bagaimana kalian bisa?! Shit!” umpat Ruki, begitu tahu rencana kedua temannya itu dan keduanya sudah hilang dari pandangannya. Ia mendengus kesal, mengalihkan pandangannya lagi pada pemuda di depannya. Tersenyum kecil melihat pemuda itu.
“Rei…” panggilnya. Reita tetap diam, tidak mengacuhkan panggilan Ruki sama sekali.
“Halooo Reiiiitaaaa…” panggil Ruki sekali lagi, melambaikan tangannya di depan muka pemuda itu.
“Reiiiiiitaaaaa~…” Tetap diam.
Ruki menghela nafas. Mungkin aku harus melakukan cara seperti Aoi tadi, pikirnya. Ia mendekati Reita.
Satu, dua, tiga. Ruki mendorong tubuh Reita hingga jatuh. Membuat Reita mengaduh kesakitan untuk kesekian kalinya. Ruki terkekeh pelan melihatnya.
“Argh, Aoi, kau benar-benar sia?, Ruki?” Reita kaget begitu tahu yang mendorongnya kali ini bukanlah Aoi, tapi Ruki. Ia merasakan wajahnya memanas. Setengah malu, setengah senang.
“Maaf Rei, kau kesakitan?” Tanya Ruki sembari menolong Reita bangun.
Reita menggelengkan kepalanya. Ia menggigit bibirnya yang serasa enggan untuk mengeluarkan kata-kata. ‘Aduh, Gimana nih? gimana nih?’ pertanyaan itu semakin terngiang-ngiang di pikirannya. Ia merasakan detak jantungnya berpacu semakin cepat.
“T-tidak… aku hanya,,, hanya…” Reita menghentikan ucapannya. Mengaruk-garuk bagian belakang kepalanya, terlihat bingung memilih kata-kata. Ia menelan air ludahnya. “Err, Ruki,,, maaf,,, err… soal tempo hari…” Akhirnya ia memberanikan diri mengeluarkan kata-kata yang sejak tadi dipendamnya.
“Kau kan udah nelpon aku kemaren dan minta maaf berkali-kali, aku udah maafin kamu kok,” Ruki menahan tawanya saat melihat tingkah Reita yang kini terlihat manis di matanya.
“Tap.. tapi… itu…Aku…sudah…”
“Hahaha,” Ruki tertawa tiba-tiba. Membuat Reita semakin bingung.
“Apa yang kau tertawakan?”
“Hmmff, nothing,”
“You’re lying to me.”
“Ehehehe, Rei, close your eyes.”
“Eh?”
“Close your eyes!”
Reita sighed. “Okay, okay.” Then, he closed his eyes, followed Ruki’s command. “What do you??” He was cut off when a sudden; he felt something soft pressed his lips. He opened his eyes and saw Ruki’s face was so close to his. Ruki’s soft lips were upon his. His eyes widened as he tried to conceiving what was happening. Then he closed his eyes again, kissed Ruki back eagerly.
Ruki licked Reita’s bottom lip, asking for entrance. Reita opened his mouth; letting Ruki’s tongue in to his. He reached Ruki’s hair and pulled him closer, deepening the kiss. Ruki also wrapped his both hand around Reita’s neck. They both moaned softly. They both didn’t care how crowded surrounding at their place.
In a little while, they broke the kiss, need to inhale some air. They just stare to each other for a few moments, until Reita begin to spoke.
“Ruki, you’re drunk.”
“You too,” Ruki grabbed Reita’s hand and bring it up to his cheek. He closed his eyes as he kissed Reita’s palm and whispered, “Rei, don’t apologize what did you do to me.”
“Eh?”
“Actually, I want… more… can you,,, can you give it to me?”
Reita flushed at Ruki’s word. He smiled and leaned towards Ruki, gave him a peck on his lip.
“Sure I can, Ruki-chan… Hmm, how about in my apartment… now?” he whispered and licked Ruki’s bottom lip. Ruki smiled and nodded. He immediately pulled Reita out to that crowded bar and went to Reita’s apartment.
==End of chapter 4==
A/N: Ehehehehe, no smut yaaaaaa??? *kabur sebelum dibantai~*
eehww, maaf kalo ada *banyak* grammatical errornya... m(_ _)m
*kabur lagi*
XDD
No comments:
Post a Comment