Friday, February 20, 2009

FF - Silent Malice 3

Silent Malice 3
Chapters: 3/??
Authors: Chisa Hazuki
Genre: Angst -maybe-
Warnings: yaoi, character death, violence, mbingungi, ra jelas, mbundhed, marai utek puyeng... @.@
Rating: PG-13
Pairings: Reita/Ruki
Disclaimer: All of they are mine!! MINE!! G dink….*pengennya sih*
Tamb.:
Fandom: The GazettE, L (Ryuuzaki) - Death note




=3=3=3=3=3=

“Niichan! Please slowly!” pinta Ruki. Ia berjalan terseret-seret karena ditarik oleh Aoi yg mengajaknya untuk berjalan lebih cepat.

“Oh, I’m sorry Ru-chan. Are you okay?” Aoi memperlambat langkahnya dan memapah Ruki yg sudah mulai kelelahan.

“Yeah, I’m okay. But, don’t walking so fast… my breath…” Ruki groaned. Ia memegangi dadanya yang lagi-lagi hampir kehabisan nafas.

“Sorry my dear ru-chan… Tapi kalo kita tidak cepat-cepat pergi dari sini, orang itu akan menemukan kita. Kau tidak mau kembali ke laboratorium mengerikan itu lagi kan?”

Ruki menggeleng pelan. Mimik mukanya berubah menjadi ketakutan. Ia memegang tangan aoi dengan erat. “Aku tidak mau kembali kesana. Niichan, lindungi aku.”

“Selalu adikku sayang. Ayo, masuklah ke mobil. Kau akan kubawa ke hotel Grand Taion. Disana Ryuuzaki sudah menunggu kita.” Aoi menuntun Ruki masuk ke mobil dan mendudukannya.

Aoi menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. “Ruki, kenapa kau keluar sendirian semalam? Kau tahu sendiri kan, bagaimana kalau ‘dia’ yang ada di dalam dirimu sampai keluar, kau bisa… bisa… aku tak mau kehilanganmu, Ruki. Kau, adikku satu-satunya…” Aoi menundukkan kepalanya di setir mobil saat mobilnya berhenti di lampu merah. Ia sedikit terisak.

“Gomen, nii-chan…” Ruki menggigit bibirnya. Ia tahu kakaknya sangat mencemaskannya. Ia juga tahu bahwa kakaknya itu menyayanginya lebih dari apapun di dunia ini.

“It’s okay Ru. Akulah yang terlalu mencemaskanmu. Lain kali, kau jangan keluar malam sendirian lagi. Tadi malam, kenapa kau keluar sendirian?” Aoi mengusap matanya yang sedikit berair kemudian mulai menjalankan mobilnya lagi.

“Oh, itu karena Kai dipanggil oleh Watari untuk menemui Ryuu-kun. Aku kelaparan dan spaghetti di lemari persediaan habis. Aku tidak mau menganggu Kai yang sedang menemui Ryuu-kun, makanya aku keluar sendirian,” jelas Ruki.

“Dan seperti yang kau tahu bahwa Kai itu orang yang ceroboh, dia dengan bodohnya menganggap kau sudah tidur duluan. Dan lagi-lagi dia lupa mengecek orang yang keluar-masuk gedung di kamera pengawas. Sungguh ceroboh dia itu. Aku tak mengerti kenapa Ryuuzaki menyuruh orang seceroboh dan sepikun dia untuk mengawasimu.”

“Tapi masakannya enak. Aku yakin sekali bahwa Ryuu-kun memilihnya karena masakannya. Aku pernah lihat Ryuu-kun memakan chocolate cake buatan Kai dengan lahap sekali.”

Aoi tertawa mendengar cerita dari Ruki. “Ahahaha, kau benar sekali. Orang itu memang benar-benar aneh. Tapi aku salut padanya. Dia benar-benar hebat. Nah, kita sudah sampai.”

Aoi memarkirkan mobilnya kemudian membawa Ruki masuk ke hotel. Setelah sampai di lantai 13, ia langsung menuju ke kamar dengan nomor 139, kamar paling ujung. Ia mengetuk pintu kamar itu dengan pelan. Seorang lelaki tua menggunakan setelan jas hitam membukakan pintu dan membungkuk pelan kepada mereka berdua. Mempersilakan keduanya masuk ke kamar. Aoi dan Ruki balas membungkuk dan masuk.

“L...Ryuuzaki sudah menunggu kalian berdua,” ujar lelaki tua tersebut.

“Ya, kami mengerti Watari,” Mereka langsung menuju ke sebuah ruangan dimana banyak sekali makanan-makanan manis berserakan. Seseorang berambut hitam tak beraturan duduk dengan kaki terangkat di sebuah sofa yang menghadap ke layar monitor yang jumlahnya cukup banyak. Ia memakan coklat batangan sambil terus memperhatikan setiap gerakan yang ada di layar-layar monitor itu.

“Ryuuzaki, aku sudah membawa Ruki pulang,” Aoi menjatuhkan tubuhnya di sofa samping Ryuuzaki. Ia mengambil cake coklat bertaburan kismis di meja depan Ryuuzaki.

“Oh, selamat datang kembali Ruki-chan,” Ryuuzaki mengalihkan pandangannya dari layar. “Hey! Jangan makan cakeku!” Ia merebut cake yang ada di tangan Aoi. Tapi Aoi terlanjur memasukannya ke dalam mulutnya.

“hau hehahat huhahi… hahahaha.. uhuk-uhuk!” Aoi tersedak saat ia mencoba meledek Ryuuzaki yang gagal merebut cake dari tangannya. “Air… Air…” Tangannya menggapai meminta pertolongan.

“Rasakan kau!” Ryuuzaki menyodorkan kopinya ke Aoi. “Mau kopiku?”

Aoi memandang mual ke arah kopi milik Ryuuzaki. Penuh dengan gula. “Aku masih sayang dengan gigiku.” Ia berdiri dan berjalan menuju ke ruangan lain mencari air minum. Ruki yang duduk di sofa lainnya memandang Ryuuzaki yang sedang meminum kopinya dengan tatapan penuh tanya.

“Ryuu-kun, kenapa kita pindah hotel lagi?”

Ryuuzaki meletakkan cangkir kopinya di meja dan menambahkan beberapa potongan gula balok di kopinya. “Kita harus terus berpindah hotel selama gedung yang nantinya akan jadi markas kita belum selesai dibangun. Nee, Ru-chan, semalam kau kemana saja? Kau baik-baik saja kan? Kudengar sakitmu kambuh, akan kupanggilkan dokter jika sakitmu sangatlah parah,”

“Tidak usah. Aku baik-baik saja. Hmm, dimana kamar mandinya? Aku ingin mandi…”

“Ikuti saja arah dimana tadi Aoi pergi. Ambil pintu yang sebelah kanan,” jelas Ryuuzaki sambil meminum setengah kopinya. Ruki beranjak dari duduknya. Ia benar-benar ingin mandi. Entah kenapa, ia merasa hawa hari ini sangatlah panas. Padahal ini sudah memasuki bulan November.  Rasa panas ini memang sering terjadi seperti sesaat sebelum 'dia' mengambil alih tubuhnya. Tapi rasa panas kali ini terasa beda. Sungguh aneh. Mungkinkah 'dia' akan muncul?


Aoi duduk di sebelah Ryuuzaki lagi. Ia mengamati Ryuuzaki yang sibuk menuliskan sesuatu di Laptopnya sambil menguyah coklat di mulutnya. “Ada informasi baru, Ryuu?” tanya Aoi.

Ryuuzaki menghentikan gerakan dua jari telunjuknya yang menari dengan indah di keyboard. “Sejauh ini belum ada. Aoi-kun, bagaimana keadaan Ru-chan?”

“Dia baik-baik saja, mungkin. Untung semalam ‘dia’ tidak muncul. Oh, orang yang menolong Ruki semalam adalah orang dari kelompok Cockroach. Dia mengaku bernama Suzuki Akira. Dan Ruki bilang bahwa dia teman sekampusnya. Kau tahu dia, Ryuuzaki?”

“Yep, aku sudah tahu dia. Sejak Ruki diterima di ToDai, aku sudah meniliti siapa saja anggota Cockroach yang ada di ToDai. Data-datanya sudah kuserahkan Ruki. Dan aku juga sudah berpesan padanya untuk menghindari hubungan dengan para anggota Cockroach. Suzuki Akira memang merupakan anggota Cockroach, bahkan disegani oleh anggota lainnya karena dia sama seperti Ruki dan merupakan bagian dari Ruki yang sempurna. Dia juga merupakan anak dari pemimpin kelompok Cockroach. Dan ‘dia’ yang ditanamkan di dalam tubuh Suzuki Akira mengaku bernama… Aku yakin kau sangat mengenal nama ini…” Ryuuzaki menatap Aoi dengan sesungging senyum di sudut bibirnya.

“Siapa?” tanya Aoi dengan tidak sabaran.

“Dia… Reita”

Mata aoi terbelalak mendengar nama Reita disebut. “Re…Rei-ta?! Shit!”

=3=3=3=3=3=

A/N: Oh yeah... Shit emang... fufufu
perasaan ni cerita makin lama makin melenceng dari judulnya...=_=a *auk ah, suram*
gw cuman asal ngasi judulnya siiee... *baka* ga taunya malah jadi kayak gini...
dan aku pusing bikinnyaaaaa....
haaaa~h... Hapeku... Oh, hapeku... kapan engkau sembuuh... T^T
Gada hape sungguh menyiksaaaaa!! hape rusak jadi g bisa baca smut reituki~... TTTT________TTTT
CnC are loooveeeee~...

No comments: