Author: chisa hazuki
Chapter: Prologue
Pairing: ReitaxRuki
Genre: ANGST!!
Ratings: PG-13 *maybe?*
Warnings: Character death, drugs, violence, rape
Disclaimer: Ugh! I just own myself and the story… sadly…T.T
Notes: Ni fic terinspirasi pas denger lagunya gazette yang Without a Trace, nancep dalem banget di ati, bikin nangis T^T. Trus inspirasi laen dateng dr Vidklip Saosin yg Voices + fic punyanya Nyo ma Sasa hime ma Chio juga. And I recommend you to listen to The GazettE – Without a Trace during read this fiction..
zeijaku na ishiki wo hagare
yukkuri to ashioto wo tatezu ni
hai ni nari konagona ni chiru
soredake...soredake...
Without a trace
I strip off my frail consciousness
Slowly without my footsteps making a sound
I break up into very small pieces reduced to ashes
No more than that...No more than that...
Without a trace
Kamar 79, pasien Matsumoto Takanori.
Uruha menghela nafas panjang saat memandangi papan nama pasien di depan pintu salah satu kamar di rumah sakit jiwa. Ia memegang kenop dan membuka pelan pintu itu.
“Ruki…” sapanya lembut saat memasuki kamar. Sesosok laki-laki yang disapanya hanya duduk terdiam di kasurnya, tidak mengacuhkan sapaan Uruha. Menatapnya pun tidak. Ia hanya memandang kosong ke arah tangannya yang menggenggam sesuatu, sehelai kain. Uruha sudah terbiasa dengan sifat temannya itu. Ia mengambil kursi di samping kasur Ruki dan meletakkan tubuhnya di atas kursi itu kemudian kembali menatap sosok pucat dan kurus di depannya.
“Kau sudah makan, Ruki?” ucapnya. Dan lagi-lagi tidak ada tanggapan. Uruha mengalihkan pandangannya ke arah meja di sampingnya. Nampan berisi makanan Ruki masih utuh tak tersentuh. Ia menghela nafas lagi. “Ruki, kau harus makan… ya?” ucap Uruha lagi. Kali ini sambil memegang pergelangan tangan Ruki yang terhubung dengan jarum infuse.
Ruki sedikit mengalihkan pandangannya ke arah pergelangan tangannya. Tampaknya ia merespon sentuhan Uruha.
“Ruki…?” Uruha membelai tangan Ruki dengan lembut.
Tiba-tiba air mata Ruki mengalir. Masih tetap dengan pandangan kosong. Uruha mengusap pipi Ruki dan menghapus air mata Ruki dengan ibu jarinya.
Ruki membuka bibirnya dan menggumamkan sesuatu. Uruha tiba-tiba ikut menangis mendengar gumaman Ruki tersebut. Ia bangkit dari duduknya dan memeluk Ruki erat.
“Lupakan dia Ruki… dia sudah meninggalkanmu… dia sudah meninggalkan kita semua… lupakan…lupakan dia…” ucap Uruha di sela-sela ia menahan tangisnya.
Ruki semakin terisak dan meremas lengan Uruha. “Reita…” hanya kata itu yang muncul dari mulut Ruki. Tangisan Ruki semakin menjadi-jadi. Ia memberontak dari pelukan Uruha. Menjerit-jerit sambil menjambak rambuknya. Uruha memegangi lengan Ruki, mencoba menenangkannya. Ruki berhenti menjambak rambutnya dan berteriak. Ia memandang Uruha dengan tatapan marah.
“Tenang Ruki, tenang…”
Tiba-tiba Ruki tersenyum menyeringai, membuat Uruha sedikit kaget. Tanpa Uruha sadari tangan Ruki dengan cepat menangkap lehernya dan mendorongnya hingga jatuh ke lantai.
“Hahaha… mati kau!! Mati kau bangsat!!” Ruki mencekik leher Uruha dan tertawa kesetanan.
Uruha mencoba melepaskan dari cekikan Ruki, tapi cekikannya terlalu kuat.
“Ruki… i-ni aku, Uru-ha… Uru…ha,” Uruha mulai kehabisan nafas. Tawa Ruki semakin keras. Ia memperkuat cekikannya dan membenturkan kepala Uruha ke lantai berkali-kali. Uruha mengaduh kesakitan dan tangannya menggapai-gapai pintu. Berusaha meminta pertolongan pada siapa saja di luar sana. Ia mencoba menjerit tapi tidak bisa. Hingga seorang dokter dan suster masuk dan langsung berlari menolongnya.
"Ya Tuhan!! Ambilkan obat penenang, cepat!!"
==End=of=prologue==
A/N: so, what do you think?
CnC pweeeeaseeee... *puppy eyes
No comments:
Post a Comment